Selasa, 12 November 2013

Indonesian Army

Pagi ini dalam perjalanan dari Palembang saya membaca kolom opini harian Kompas. Dari 2 opini, salah satunya membahas tentang masalah SDM di Polri. Struktur SDM yang gemuk membuat adanya gap antara ketersedian jabatan struktural dan pasokan personel. Terutama untuk level perwira tinggi dan menengah hal ini terjadi karena belum diberlakukannya merit system. Hal lain adalah karena bentuk reward atas prestasi yang dilakukan sering kali berupa kenaikan pangkat.

Apa yang terjadi di Polri tak jauh berbeda juga terjadi di TNI Angkatan Darat. Beberapa bulan terakhir berinteraksi dengan istitusi ini,  membuat saya mengetahui beberapa serba serbi menarik:

1. Pangkat tertinggi yang dapat diperoleh seorang prajurit melalui jalut karir biasa adalah kolonel. Pangkat di atasnya yaitu level bintang satu dst lebih banyak dipengaruhi oleh faktor politis.

2. Rata-rata dari satu angkatan akmil (lebih kurang 200 orang) hanya 10-30% yang beruntung “kejatuhan” bintang.

3. Walaupun hanya segelitir, sudah ada kaum minoritas yaitu wanita & etnis tionghoa yang berhasil mencapai level bintang/perwira tinggi.

4. Jangan takut jika digertak tentara. Lihat pangkatnya. Kalau kamu mahasiswa, ada kesempatan untuk jadi perwira karir. Dengan lama pendidikan 7 bulan, setelah lulus akan berpangkat sama dengan lulusan akmil. Balok 1. Letnan 2. Level terendah perwira pertama. Jadi tanda kepangkatan perwira TNI Polri itu urutannya adalah balok, melati, bintang.

5. Walaupun negara kepulauan dengan luas laut yang besar, personel angkatan laut Indonesia hanya 1/3 personel angkatan darat.

Sekian sedikit cerita tentang serba serbi militer Indonesia.
Perjalanan Soeta-Rumah Perubahan, 24 Oktober 2013
Rifki Hidayat

Senin, 16 September 2013

Pesan Siar

Beberapa waktu lalu di lingkaran jejaring sosial saya marak informasi tentang ketidakhalalan sebuah restoran. Hal ini bermula dari sebuah pesan siar/broadcast mesaage yang diteruskan ke banyak group whatsapp/bbm.
Tak ayal lagi di era screen on hand saat ini, informasi tersebut akhirnya diketahui banyak orang. Kemudian menjadi menarik karena orang yang pertama kali menyebarkan informasi tersebut menuliskan akun twitter sumber berita. 

Ramailah mention konfirmasi ke akun itu. Akhirnya terkuak bahwa sang sumber yang akun twitternya disertakan bukanlah pangkal dari berita menghebohkan tersebut.
Jangan asal sebar

Saat ini dunia begitu datar. Empati, simpati dan kebencian dengan begitu mudah disebarkan. Semuanya berada dalam genggaman tangan. Semangat menyebarkan informasi(apapun) terkadang tidak berbanding lurus dengan semangat untuk melakukan konfirmasi dan verifikasi berita yang akan kita sebarkan.
Telah meneruskan informasi tanpa verifikasi bukan berarti kewajiban kita gugur. Bisa jadi, tanggung jawab moral kita malah bertambah karena membuat sebuah berita semakin simpang siur tanpa bisa ditelusuri kebenaran dan sumbernya.

Verifikasi dan apresiasi via akun twitter

Pengguna ponsel pintar semakin bertambah. Lalu lintas pesan siar/ broadcast message adalah hal yang sangat sulit dihindarkan dalam interaksi antar sesama. Hampir semua pengguna ponsel pintar pasti juga mempunyai akun twitter. Twitter seperti juga media sosial lainnya berfungsi sebagai sarana personal branding.
Jika dihubungkan dengan fenomena maraknya penyebaran pesan siar yang kurang bertanggung jawab maka keberadaan akun twitter dapat membantu mengatasinya. Sebagai pribadi yang bertanggung jawab pastikan kita hanya menyebarkan berita yang sudah terverifikasi kebenarannya. Verifikasi dapat dilakukan dengan cross check ke orang pertama kita mendapatkan informasi tersebut. Kemudian sebelum menyebarkan kembali pesan itu, tuliskan akun twitter kita dan orang yang menyampaikan pesan tersebut ke kita. Jika perlu cari info tentang akun twitter penulis awal/ penyampai asli suatu pesan.

Mengapa akun twitter? Karena saat ini kredibilitas seseorang dapat dilihat dari apa yang ia kicaukan. Disamping itu, dengan sabak digital di tangan lebih mudah bagi kita untuk melakukan verifikasi via twitter dibandingkan melalui nomor telpon yang dicantumkan.

Selain berfungsi sebagai sarana verifikasi pencantuman akun twitter juga berfungsi sebagai sarana apresiasi. Kita tentu pernah mendapatkan BM tausiah tanpa tau siapa penulis asli pesan tersebut. Mencantumkan sumber asli dan siapa saja yang telah meneruskan pesan kebaikan berarti kita juga menghargai pesan baik tersebut.

Tak mudah memang mengubah tren asal sebar ini. Tapi seperti kata Aa Gym: mulai dari diri sendiri dan mulai saat ini.

Ladang Darek, Kamang Hilia, 6 Agustus 2013

Senin, 04 Maret 2013

#17: (Potensi) Jawara Jalan Raya

Masih, tentang jalan raya dan berkendara. Dulu saya pernah mengikuti sebuah seminar dengan pembicara Prof. Dorojatun Kuntjorodjakti. Beliau mengatakan harusnya Indonesia bisa punya banyak pembalap baik motor atau mobil. Beliau menceritakan bagaimana Ia melihat di jalan dekat rumahnya di Ciputat sering dijadikan ajang balap liar. Tanpa alat pelindung keselamatan yang memadai para pembalap liar tersebut dengan sangat percaya diri memacu kendaraannya.

Jika pernah naik kendaraan umum dari sebuah terminal dalam kota pasti dapat menyaksikan bagaimana banyak angkutan umum berebut keluar terminal. Ibarat tutup botol, gerbang terminal menyempit sehingga membuat kendaraan umum yang ingin keluar menjadi sangat rapat. Jarak antar satu kendaraan dengan kendaraan lainnya hanya beberapa centimeter. Saling tikung dan berusaha mendahului membuat aroma ban yang beradu dengan aspal tercium jelas. Sungguh benar kata sebagian orang yang pernah merasakan suasana lalu lintas di luar negeri. Jika kita bisa mengemudikan kendaraan di jalanan Indonesia khususnya Jakarta, pasti bisa berkendara di seluruh dunia.

Potensi besar memang harus disalurkan dengan benar karena jika tidak, akan teralirkan pada hal-hal lain yang bisa jadi berdampak negatif.


Depok, 25 Februari 2013

#16: Rimba Jalan Raya

Pejalan kaki menduduki kasta terendah dalam hierarki pengguna jalan raya. Bak hukum rimba, pengguna jalan yang mempunyai jumlah roda paling banyak adalah penguasa. Apa lacur, pejalan kaki yang tak punya roda satupun, semakin terpinggirkan. Hak-hak pejalan kaki terampas. Aneh bin ajaib pejalan kaki yang sudah menyeberang pada tempatnya bisa jadi sasaran kemarahan pengendara kendaraan bermotor karena tak ingin lajunya terhambat.

Suasana lalu lintas dan cara berkendara masyarakat di suatu kota mencerminkan karakter masyarakat kota tersebut.  Si kuat semakin arogan dengan tak mengindahkan si lemah. Si roda empat menganggap si roda dua adalah biang kemacetan tapi tak sadar diri kalau badannya yang bongsor sering hanya memuat satu kepala. Si roda dua melampiaskan ketidakberdayaannya pada si tak beroda.

Beberapa hari yang lalu saya pernah reblog tulisan dari mefanny.tumblr.com bahwa orang Indonesia paling bodoh dalam 3 hal yaitu: membuang sampah, antre, dan bertanya. Mungkin saya perlu tambahkan satu lagi yaitu: berkendara.

Depok,  24 Februari 2013