Rabu, 07 November 2012

Obamaphoria

Tulisan lama dari rifkihidayat.multiply.com 
 
Sebenarnya sudah lama saya ingin menulis tentang ini. Tak lama setelah pemilihan presiden di Amerika lalu, hati ini seperti tergelitik ingin mengomentari harapan dan tanggapan yang menurut saya cukup berlebihan dari bebagai pihak atas terpilihnya presiden kulit hitam pertama negeri Uncle Sam tersebut. Cukup banyak saya lihat status YM atau Facebook temen-teman  yang menyatakan kegembiraanya atas terpilihnya seorang keturunan Kenya yang pernah sekolah di Menteng itu. Mungkin bagi sebagian orang hal ini dianggap wajar. 
Tapi saya akhirnya mendapatkan beberapa fakta menarik tentang seseorang keturunan suatu negara yang akhirnya tidak berkontribusi bahkan malah tidak memberi nilai positif terhadap negara asalnya.Menurut Iwan Kamah dalam sebuah milis yang saya ikuti hal ini ia sebut sebagai Hitler's birthplace syndrome yaitu latar belakang dan memori seseorang tidak akan membawa nilai positif terhadap tingkah lakunya. Hal ini disebabkan Hitler menyerang Wina,Austia yang merupakan kota kelahirannya  sebelum Perang Dunia II dimulai.

Berikut beberapa tokoh yang terkena Hitler's birthplace syndrome:

1.Jenderal Dwight Eisenhower, Presiden AS ke 34, harus menghancurkan Jerman dan akhirnya mengalahkan Hitler. Padahal kedua orang tuanya berdarah Jerman.

2.Zbigniew Brzezinski, Ketua Dewan Keamanan Nasional AS pada masa Presiden Jimmy Carter.Seorang kelahiran Warzawa Polandia yang dalam menjalankan kebijakannya, harus menghancurkan reputasi dan hegemoni negara-negara Pakta Warzawa (blok komunis), yang kala itu sedang hangat-hangatnya perang dingin antara AS (kapitalis) dan Uni Soviet (komunis).

3. Paul Wolwofitz, bekas dubes AS di Jakarta, arsitek Perang Teluk dan mantan
Presiden Bank Dunia, memiliki ikatan emosional dengan Jawa. Istrinya pandai
bicara Jawa dan lama mondok di sini waktu ikut program AFS.Tidak memberikan manfaat apa-apa bagi Indonesia.Baginya  Amerika tetap nomor satu.

4. Neneknya Lee Kuan Yew, pendiri Singapura berasal dari kota Semarang. Lalu apa untungnya buat Indonesia? Tidak ada pengaruh berarti atas kedekatan historis tersebut bagi Indonesia.

Untuk menutup tulisan ini saya hanya menghimbau sebaiknya kita sebagai bangsa Indonesia tidak terlalu berharap dan meminta berlebihan kepada Obama untuk melakukan sesuatu untuk Indonesia. Seperti yang diungkapkan  Iwan Kamah,yang data-datanya saya kutip diatas “Dia dipilih dan dibiayai oleh rakyat Amerika, bukan kita” dan  Obama sendiri tidak pernah secara terbuka atau blak-blakan memuji atau menyebut Indonesia dengan nada bangga. Dia lebih senang menyebut "pengalaman kecil saya di Asia Tenggara", daripada "masa kecil saya di Indonesia".