Selasa, 21 Mei 2019

Akta Kelahiran Kota Depok Jawa Barat


Kemarin Saya berniat membuat akta kelahiran anak kedua. Berbekal pengalaman mengesankan saat mengurus akta kelahiran anak pertama Oktober 2016 lalu, semua syarat sudah disiapkan. Dulu proses pengurusan dilakukan di Disdukcapil di Balai Kota Depok. Akta kelahiran selesai dalam waktu kurang lebih 1 jam setelah berkas lengkap.
Namun, beribu sayang kali ini sistem penerbitan akta kelahiran telah berubah. Pelayanan jadi jauh lebih buruk. Per Februari 2017 untuk bayi berusia maksimal 60 hari akta kelahiran diurus melalui Kelurahan dengan sebelumnya membawa surat pengantar dari RT dan RW.
Saya baru mengetahui informasi ini ketika sudah berada di Disdukcapil di Balaikota Depok. Berharap proses bisa secepat dulu, saya segera menuju Kantor Kelurahan Sukamaju di Jalan Raya Bogor. Tapi apa daya pil pahit harus ditelan. Petugas di Kelurahan menyampaikan akta kelahiran biasanya jadi dalam waktu 2 minggu sampai 1 bulan. Ya tak salah dengar: SATU BULAN. Sungguh pengalaman buruk dari yang sebelumnya sempat merasakan pelayan prima bisa selesai dalam waktu SATU JAM.
Lessons learned:
1. Bagi masyarakat: selalu googling sebelum melangkah jauh. Dalam waktu 1 tahun apalagi lebih, banyak hal bisa berubah. 
2. Bagi Pemerintah Daerah: metode pelayanan publik perlu disesuaikan dengan karakteristik warga masyarakat setempat. Sebagai Kota tempat tinggal para pekerja, akan lebih tepat guna jika Pemda Depok membuka waktu pelayanan tidak mengikuti jam kerja biasa. Pemda bisa mencontoh beberapa bank dan provider seluler yang membuka layanan di mall mulai siang hingga malam hari.

Bagi masyarakat kepastian dan kejelasan (waktu dan biaya layanan) jadi sangat penting. Kalaupun belum bisa lebih baik minimal jangan sampai kualitas layanan menurun dari yang sebelumnya.

Depok, 21 Mei 2019
@rifkihidayathasdi

Senin, 20 Mei 2019

#kalipertama: Perpanjang SIM

Hari ini mencoba memperpanjang SIM di Depok Town Square lantai 1. Baru ada sejak awal tahun ini katanya. Sampai di lokasi jam 10.33 dan jam 10.56 SIM sudah jadi. 


Dokumen yang harus disiapkan:

1. SIM asli
2. 2 lembar foto copy KTP
3. Surat keterangan kesehatan. Bisa dibuat di klinik dekat tempat perpanjangan SIM. Biaya Rp 35.000


Alur:

1. Menyerahkan dokumen di atas di meja pendaftaran. 
2. Membayar biaya perpanjangan SIM. Untuk SIM C, Rp 75.000, SIM A, Rp 80.000 ditambah biaya asuransi Rp 30.000 per SIM.
3. Menyerahkan bukti pembayaran ke meja pengambilan formulir.
4. Isi formulir kemudian serahkan ke meja foto.
5. Antre foto dan sim selesai.


Sungguh mudah dan cepat. Tapi jika ada pengembangan kebijakan SIM bisa berlaku seumur hidup seperti KTP tentu jauh lebih menyenangkan.

Depok, 12 Maret 2019  

#sim #depok

Selasa, 01 November 2016

#kalipertama: Bayar PBB

Sejak menikah banyak pengalaman #kalipertama yang saya alami. Melakukan hal baru, menurut berbagai sumber mendatangkan beberapa manfaat, antara lain: menambah database pikiran bawah sadar, eksplorasi diri, dan meningkatkan kepuasan diri. Kali ini saya akan bercerita tentang pengalaman membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) pada 24 Agustus 2016 lalu. PBB sederhananya adalah pajak yang dipungut atas tanah atau bangunan yang kita miliki. PBB dibayarkan setiap tahun dengan tenggat waktu 31 Agustus.
Sebagai generasi millennial hal pertama yang saya lakukan tentu saja googling. Mencari informasi tentang tata cara pembayaran PBB. Bagi kita yang sejatinya ingin serba praktis, saya mencari tahu apakah bisa bayar PBB online. Ternyata bisa, yaitu dengan menggunakan ATM dan memasukkan nomor objek pajak (NOP) yang tertera pada  surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT).
Berbekal informasi tersebut berangkalah saya ke ATM terdekat. Coba masukkan NOP. Gagal. Coba lagi. Gagal. Percobaa terakhir. Tetap gagal. Dengan kecewa sayapun pulang. Tak menyerah googling lagi. Akhirnya esok harinya saya putuskan untuk mencoba bayar PBB langsung ke kantor kecamatan yang ternyata lokasinya lumayan jauh dari rumah. Setelah cek gmaps dan tanya sana sini sampailah saya di kantor kecamatan. Waktu menunjukkan pukul 8 lewat ketika saya sampai. Sudah ada beberapa orang yang menunggu untuk membayar PBB. Tapi tak dinyana sistem Bank BJB di kantor kecamatan sedang offline.
Petualangan berlanjut. Alternatif pembayaran langsung lainnya adalah melalui kantor Pos. Saya segera bergerak menuju kantor pos yang searah dengan kantor. Saya pilih di kantor pos di gas alam. Sampai di kantor pos, dalam 5 menit proses pembayaran selesai. Sungguh sangat cepat. Tak ada antrean panjang.  Ok tahun depan bayar di kantor pos.
Bekasi, 1 November 2016
@rifkihidayathasdi

Kamis, 23 Oktober 2014

Pucuk Tertinggi Akar Terdalam

Semua penting jika menjalankan tugas dan peran masing-masing.
Tak akan ada pucuk tertinggi tanpa ranting, dahan, cabang dan akar yang kokoh.
Tak akan ada mobil balap yang dapat melaju kencang tanpa baut dan sekrup yang saling merekatkan.
Semakin tinggi puncak yang kau daki. Semakin banyak pijakan anak tangga yang membuatmu menjulang.
Tak ada peran kecil karena semua penting.


@rifkihidayat
23 Oktober 2014, selesai ditulis di perempatan Pasar Rebo pagi tadi

Senin, 20 Oktober 2014

Pemimpin Cerminan Rakyat


Selalu ada hikmah dibalik setiap peristiwa. Hari ini lembaran baru sejarah Indonesia dimulai. Pembuka harapan bagi anak bangsa biasa yang bermimpi jadi pemimpin tertinggi negeri ini.



Kalau untuk jadi presiden harus berlatar belakang militer tentu sangatlah eksklusif. Apalagi peluangnya hanya ada jika berhasil berpangkat jenderal. Jenderal hanya mungkin diperoleh orang-orang yang mengenyam pendidikan di akademi militer (akmil). Dari alumni akmil tersebut hanya maksimal 10-30% yang akan bisa meraih pangkat jenderal bintang satu. Peluang semakin mengecil untuk menjadi jenderal bintang 4.





Kalau untuk jadi presiden harus bergelar profesor doktor alangkah lebih malangnya. Saat ini, menurut data  Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) jumlah warga negara yang sudah meraih gelar S-3 di Indonesia baru 98 orang per satu juta penduduk. Bandingkan dengan  240 juta rakyat Indonesia.



Kalau untuk jadi presiden haruslah anak presiden pula atau keturunan ulama besar tentu lebih celaka lagi. Bagai menegakkan benang basah. Hampir tak mungkin bagi rakyat jelata.



Pemimpin adalah cerminan orang-orang yang dipimpin. Mungkin Indonesia lebih butuh pemimpin yang membumi. Pemimpin yang memang cerminan kondisi sebagian besar rakyatnya saat ini. 
Selamat bertugas Pakde!

@rifkihidayat
20 Oktober 2014, dalam perjalanan Depok-Bekasi