Sejak menikah
banyak pengalaman #kalipertama yang saya alami. Melakukan hal baru, menurut
berbagai sumber mendatangkan beberapa
manfaat, antara lain: menambah database pikiran bawah sadar, eksplorasi
diri, dan meningkatkan kepuasan diri. Kali ini saya akan bercerita tentang
pengalaman membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) pada 24 Agustus 2016 lalu.
PBB sederhananya adalah pajak yang dipungut atas tanah atau bangunan yang kita
miliki. PBB dibayarkan setiap tahun dengan tenggat waktu 31 Agustus.
Sebagai generasi
millennial hal pertama yang saya
lakukan tentu saja googling. Mencari
informasi tentang tata cara pembayaran PBB. Bagi kita yang sejatinya ingin
serba praktis, saya mencari tahu apakah bisa bayar PBB online. Ternyata bisa, yaitu dengan menggunakan ATM dan memasukkan nomor
objek pajak (NOP) yang tertera pada surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT).
Berbekal
informasi tersebut berangkalah saya ke ATM terdekat. Coba masukkan NOP. Gagal. Coba lagi. Gagal.
Percobaa terakhir. Tetap gagal. Dengan kecewa sayapun pulang. Tak menyerah googling
lagi. Akhirnya esok harinya saya putuskan untuk mencoba bayar PBB langsung ke kantor
kecamatan yang ternyata lokasinya lumayan jauh dari rumah. Setelah cek gmaps
dan tanya sana sini sampailah saya di kantor kecamatan. Waktu menunjukkan pukul
8 lewat ketika saya sampai. Sudah ada beberapa orang yang menunggu untuk
membayar PBB. Tapi tak dinyana sistem Bank BJB di kantor kecamatan sedang offline.
Petualangan
berlanjut. Alternatif pembayaran langsung lainnya adalah melalui kantor
Pos. Saya segera bergerak menuju kantor
pos yang searah dengan kantor. Saya pilih di kantor pos di gas alam.
Sampai di
kantor pos, dalam 5 menit proses pembayaran selesai. Sungguh sangat
cepat. Tak ada antrean panjang. Ok tahun depan bayar di kantor pos.
Bekasi, 1 November 2016
@rifkihidayathasdi