Senin, 04 Maret 2013

#17: (Potensi) Jawara Jalan Raya

Masih, tentang jalan raya dan berkendara. Dulu saya pernah mengikuti sebuah seminar dengan pembicara Prof. Dorojatun Kuntjorodjakti. Beliau mengatakan harusnya Indonesia bisa punya banyak pembalap baik motor atau mobil. Beliau menceritakan bagaimana Ia melihat di jalan dekat rumahnya di Ciputat sering dijadikan ajang balap liar. Tanpa alat pelindung keselamatan yang memadai para pembalap liar tersebut dengan sangat percaya diri memacu kendaraannya.

Jika pernah naik kendaraan umum dari sebuah terminal dalam kota pasti dapat menyaksikan bagaimana banyak angkutan umum berebut keluar terminal. Ibarat tutup botol, gerbang terminal menyempit sehingga membuat kendaraan umum yang ingin keluar menjadi sangat rapat. Jarak antar satu kendaraan dengan kendaraan lainnya hanya beberapa centimeter. Saling tikung dan berusaha mendahului membuat aroma ban yang beradu dengan aspal tercium jelas. Sungguh benar kata sebagian orang yang pernah merasakan suasana lalu lintas di luar negeri. Jika kita bisa mengemudikan kendaraan di jalanan Indonesia khususnya Jakarta, pasti bisa berkendara di seluruh dunia.

Potensi besar memang harus disalurkan dengan benar karena jika tidak, akan teralirkan pada hal-hal lain yang bisa jadi berdampak negatif.


Depok, 25 Februari 2013

#16: Rimba Jalan Raya

Pejalan kaki menduduki kasta terendah dalam hierarki pengguna jalan raya. Bak hukum rimba, pengguna jalan yang mempunyai jumlah roda paling banyak adalah penguasa. Apa lacur, pejalan kaki yang tak punya roda satupun, semakin terpinggirkan. Hak-hak pejalan kaki terampas. Aneh bin ajaib pejalan kaki yang sudah menyeberang pada tempatnya bisa jadi sasaran kemarahan pengendara kendaraan bermotor karena tak ingin lajunya terhambat.

Suasana lalu lintas dan cara berkendara masyarakat di suatu kota mencerminkan karakter masyarakat kota tersebut.  Si kuat semakin arogan dengan tak mengindahkan si lemah. Si roda empat menganggap si roda dua adalah biang kemacetan tapi tak sadar diri kalau badannya yang bongsor sering hanya memuat satu kepala. Si roda dua melampiaskan ketidakberdayaannya pada si tak beroda.

Beberapa hari yang lalu saya pernah reblog tulisan dari mefanny.tumblr.com bahwa orang Indonesia paling bodoh dalam 3 hal yaitu: membuang sampah, antre, dan bertanya. Mungkin saya perlu tambahkan satu lagi yaitu: berkendara.

Depok,  24 Februari 2013