Depok, 27 September 2007,
Beberapa bulan yang lalu seorang teman bercerita, bahwa Ia sedang dekat dengan seorang pentolan Jaringan Islam Liberal. Hal ini karena ada sebuah proyek yang harus dikerjakan bersama. Ia menanyakan beberapa hal pada saya tentang diskusinya dengan tokoh JIL tersebut. Saya jawab sesuai pengetahuan yang saya ketahui. Di akhir cerita saya berpesan, hati-hati. Karena apabila logika berpikir tokoh JIL itu bisa cocok dengan logika berpikirnya maka ya…dia bakal “lewat”.
Tak lama setelah kejadian itu, tapi Saya lupa tepatnya. Saya menemukan penjelasan menarik tentang bagaimana mematahkan argumen orang-orang Islam Liberal. Paradigma fikih liberal, menurut Prof. Ibrahim Hosen, dalam Jalan Cinta Para Pejuang Salim A. Fillah, terutama memandang sebuah nash atau teks Al Quran dan hadits bukan dalam harfiah teksnya, tapi menggali untuk menemukan ruh atau semangatnya. Orang liberal biasanya memandang ayat Al Quran secara demikian. Contohnya kalangan liberal mengatakan jilbab sudah tidak relevan lagi dengan keadaan saat ini. Mereka menyandarkan statement itu pada Q.S Al Ahzab ayat 59 yang artinya: “ Hai nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. “ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Menurut mereka konteks waktu itu adalah supaya wanita-wanita muslim tidak diganggu (identitas dan perlindungan), jadi tidak lagi sesuai dengan saat ini. Sehingga cukuplah hanya berpakaian sopan tanpa mengenakan jilbab. (definisi sopannya pun tidak jelas seperti apa). Dalam paradigma ilmiah sederhana cara berpikir seperti ini jelas mudah sekali terbantai. Mengeser pemahaman dari makna harfiah lafadz ke arah “semangat”-nya berarti mengeser objektivitas teks kepada subjektivitas penafsir. Hal ini menunjukkan paradigma berpikir orang liberal memang tidak didasarkan pada objektivitas ilmiah.
Ada satu hal lagi yang harus kita perhatikan. Para ulama membedakan alasan hukum dan hikmah suatu hukum. Hilangnya hikmah tidak otomatis meniadakan hukum. Haramnya daging babi sampai kiamat tidak akan pernah berubah.Hal ini karena Allah memang menyatakan demikian, hikmah bahwa daging babi adalah vektor penyebaran berbagai penyakit, dan dalam dagingnya terkandung berbagai bakteri dan cacing pita adalah hal lain yang tidak dapat menggugurkan hukum. Jadi walaupun suatu saat nanti ditemukan cara pengolahan yang dapat menghilangkan semua potensi negatif tersebut, hukum mengkonsumsi daging babi tetap haram. Karena bahkan sampai kiamat nanti, tidak akan ada perubahan sedikitpun dalam ayat Allah yang mengharamkannya. Sungguh mulia Islam yang pasti memberikan hikmah dari setiap hukum yang dapat dibuktikan secara ilmiah. Di sinilah keimana kita diuji, apakah kita benar-benar mau menjalankan setiap hukum yang secara jelas tersurat dalam Al Quran. Tapi tentang bagaimana cara memahami atau mengiterpretasikan Al Quran belum akan saya bahas saat ini.
Tak lama setelah kejadian itu, tapi Saya lupa tepatnya. Saya menemukan penjelasan menarik tentang bagaimana mematahkan argumen orang-orang Islam Liberal. Paradigma fikih liberal, menurut Prof. Ibrahim Hosen, dalam Jalan Cinta Para Pejuang Salim A. Fillah, terutama memandang sebuah nash atau teks Al Quran dan hadits bukan dalam harfiah teksnya, tapi menggali untuk menemukan ruh atau semangatnya. Orang liberal biasanya memandang ayat Al Quran secara demikian. Contohnya kalangan liberal mengatakan jilbab sudah tidak relevan lagi dengan keadaan saat ini. Mereka menyandarkan statement itu pada Q.S Al Ahzab ayat 59 yang artinya: “ Hai nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. “ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Menurut mereka konteks waktu itu adalah supaya wanita-wanita muslim tidak diganggu (identitas dan perlindungan), jadi tidak lagi sesuai dengan saat ini. Sehingga cukuplah hanya berpakaian sopan tanpa mengenakan jilbab. (definisi sopannya pun tidak jelas seperti apa). Dalam paradigma ilmiah sederhana cara berpikir seperti ini jelas mudah sekali terbantai. Mengeser pemahaman dari makna harfiah lafadz ke arah “semangat”-nya berarti mengeser objektivitas teks kepada subjektivitas penafsir. Hal ini menunjukkan paradigma berpikir orang liberal memang tidak didasarkan pada objektivitas ilmiah.
Ada satu hal lagi yang harus kita perhatikan. Para ulama membedakan alasan hukum dan hikmah suatu hukum. Hilangnya hikmah tidak otomatis meniadakan hukum. Haramnya daging babi sampai kiamat tidak akan pernah berubah.Hal ini karena Allah memang menyatakan demikian, hikmah bahwa daging babi adalah vektor penyebaran berbagai penyakit, dan dalam dagingnya terkandung berbagai bakteri dan cacing pita adalah hal lain yang tidak dapat menggugurkan hukum. Jadi walaupun suatu saat nanti ditemukan cara pengolahan yang dapat menghilangkan semua potensi negatif tersebut, hukum mengkonsumsi daging babi tetap haram. Karena bahkan sampai kiamat nanti, tidak akan ada perubahan sedikitpun dalam ayat Allah yang mengharamkannya. Sungguh mulia Islam yang pasti memberikan hikmah dari setiap hukum yang dapat dibuktikan secara ilmiah. Di sinilah keimana kita diuji, apakah kita benar-benar mau menjalankan setiap hukum yang secara jelas tersurat dalam Al Quran. Tapi tentang bagaimana cara memahami atau mengiterpretasikan Al Quran belum akan saya bahas saat ini.
WAllahu’alambishowab.
must read book tuh Islam Liberal 101
BalasHapus@dhay: selamat Anda pemberi komentar pertama di blog baru saya :)
BalasHapus