Sabtu, 19 November 2011

Palestina vs Israel

Bukittinggi, Senin 12 Januari 2009
 
Berikut ada 2 tulisan yang cukup menarik yang saya dapat dari milis yang saya ikuti. Semoga dapat membuka wawasan tentang konflik Palestina - Israel. Terus terang gerah juga karena masih banyak pihak yang kurang peduli dengan masalah ini.

***

Perseteruan Abadi Israel v Palestina demi Historical Right

Kepahitan Sejarah Telah 35 Abad


Sejarah mencatat, tak ada perseteruan dan permusuhan yang sedemikian lama ''seabadi'' kasus Israel-Palestina, musuh bebuyutan sejak abad 14 SM sampai sekarang abad 21 M. Tak kurang dari 35 abad perseteruan itu belum juga menemukan jalan damai yang diimpikan.

Bandingkan dengan perang dingin Rusia v Amerika, yang tak lebih satu abad telah berakhir dengan pecahnya Rusia pasca glasnost dan perestroika. Perang ideologi besar dunia komunis versus kapitalis juga telah berakhir dengan ambruknya masing-masing ideologi. Komunisme telah luruh menjadi neo-komunisme sejak RRC menjadi negara yang membuka modal kapitalis.

Sebaliknya, kapitalis juga ambruk seiring runtuhnya ekonomi dunia yang episentrumnya ada di Amerika. Dan kini sedang berproses mencari model baru kapitalisme (neo kapitalisme) .

Ringkasan Sejarah dan Ibrah

Bani Israil adalah golongan keturunan Nabi Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim as, juga dikenal dengan nama Yahudi. Sejarah Bani Israil bermula ketika Nabi Ibrahim mengembara bersama pengikutnya menyeberangi Sungai Eufrat menuju Kan'an (kini Palestina). Ibrahim mempunyai dua orang istri. Dari istri mudanya, Siti Hajar, dia dikaruniai seorang anak bernama Ismail. Dari istri tuanya, Siti Sarah, dia dikaruniai seorang anak bernama Ishaq.

Sewaktu wafat, Ibrahim meninggalkan putranya yang kedua, Ishaq, di Kan'an dan putanya yang pertama, Ismail, di Hedzjaz (kini menjadi wilayah barat kerajaan Arab Saudi, yaitu Makkah, Madinah, Taif, dan Jeddah).

Konon, pengasingan dua anak yang berjauhan itu akibat perseteruan dua istri Ibrahim -Sarah dan Hajar- yang tidak akur. Dari sinikah awal perseteruan Israel-Palestina tersebut dimulai? Wallahu a'lam, karena ada yang bergumam, seandainya Ibrahim tidak beristri dua, niscaya dunia tidak seperti ini.

Ismail akhirnya menjadi bapak bagi sejumlah besar suku bangsa Arab, garis keturunannya hingga nabi terakhir Muhammad saw. Ishaq mempunyai dua anak, yakni Isu dan Ya'qub, yang disebut terakhir dikenal juga sebagai Israel dan darinyalah berasal keturunan Bani Israil.

Ya'qub mempunyai dua istri. Dari keduanya, dia dikaruniai 12 orang anak.
Yakni, Raubin, Syam'un, Lawi, Yahuza (asal kata "Yahudi"), Yassakir, Zabulun, Yusuf as, Benyamin, Fad, Asyir, Dan, dan Naftah. Dari 12 putranya itulah kemudian keturunannya berkembang.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, orang-orang Israel sudah menjadi satu suku besar dan berpengaruh, mengembara ke berbagai daerah. Akhirnya, melalui pantai timur Laut Tengah, mereka sampai ke Mesir (ketika keluarga Ya'qub menemui Yusuf as yang telah menjadi orang kepercayaan Firaun di Mesir).

Di balik kisah keluarga Ya'qub, kebiadaban dan kelicikan anak-anak Ya'qub (baca: Bani Israil) sudah terbaca saat mereka tega memasukkan Yusuf as ke sumur tua karena iri hati lantaran Yusuf lebih disayangi ayahnya. Liciknya, mereka tega menyusun skenario alibi bahwa Yusuf dimakan serigala (dikisahkan
dalam QS Yusuf).

Selama 100 tahun di Mesir, Bani Israil hidup dalam suasana aman dan makmur, tetapi berikutnya adalah masa-masa pahit karena penderitaan kerja paksa di Piton. Kemudian, Nabi Musa (cucu Ya'qub keturunan dari Lawi) membawa kaumnya kembali ke Palestina. Usaha Nabi Musa as untuk membawa Bani Israil masuk
Palestina tidak berhasil karena umatnya membangkang hingga nabi wafat.

Akhirnya diteruskan oleh sahabatnya Yusa bin Nun. Dia membawa mereka memasuki Palestina melalui Sungai Yordan memasuki Kota Ariha dengan membunuh seluruh penduduknya. Dengan peristiwa itu, mulailah zaman pemerintahan Bani Israil atas tanah Palestina dan mereka berhasil membentuk suatu umat dari berbagai suku bangsa.

Kehidupan Bani Israil di Palestina itu dapat dibagi dalam tiga zaman.
Pertama, zaman pemerintahan hakim-hakim (lebih kurang empat abad). Pada zaman tersebut, mereka mulai berubah dari cara hidup musafir kepada cara hidup menetap.

Kedua, zaman pemerintahan raja-raja (sekitar 1028-933 SM). Pada masa itulah, tepatnya pada masa pemerintahan Nabi Daud as, Bani Israil memasuki masa jaya di Palestina.

Ketiga, zaman perpecahan dan hilangnya kekuasaan Bani Israil. Setelah meninggalnya Nabi Sulaiman as kira-kira 935 SM, dia digantikan putranya, Rahub'am, tetapi keluarga Israil yang lain mengangkat saudara Rahub'am, yaitu Yarub'am. Dari sini mulailah Bani Israil memasuki masa perpecahan.

Sementara itu, Kerajaan Mesir di selatan kembali jaya, demikian pula Suriah di utara. Keadaan tersebut menyebabkan wilayah Israil di Palestina bagai wilayah kecil yang terjepit celah-celah dua rahang mulut musuh yang menganga. Menjelang tahun 721 SM, kerajaan Israil lenyap dihancurkan oleh tentara Asyur (kini Iraq).

Dengan demikian, Bani Israil hanya sempat hidup menetap selama periode 1473-586 SM. Setelah itu, mereka berpencar kembali ke berbagai negara, seperti Mesir dan Iraq.

Kehancuran Israel lebih tragis lagi saat pasukan Romawi menaklukkan Palestina dan menduduki Baitulmaqdis. Panglima Titus Flavius Vespasianus sempat memusnahkan Jerusalem karena terjadi pemberontakan Yahudi di situ. Akhirnya, Bani Israil berhasil menyelamatkan diri lari ke berbagai negara, seperti Mesir, Afrika Utara, dan Eropa. Dengan ini, mulailah babak baru pengembaraan Bani Israil ke seluruh penjuru dunia.

Yahudi Tak Bisa Hidup Berdamai

Ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, dia telah menemukan orang-orang Israil sebagai suatu komunitas penting di sana. Maka, sebagai penghargaan terhadap mereka, Nabi Muhammad SAW menyusun Piagam Madinah yang mengatur hidup berdampingan secara damai antara umat Islam dan umat lain, termasuk umat Yahudi.

Namun, kemudian umat Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut, sehingga Alquran mengutuk mereka secara terus-menerus sebagai orang yang mengkhianati janji dan mereka diusir dari Madinah.

Diakui Bani Israel memang diberi kelebihan Tuhan berupa otak yang cerdas, tetapi angkuh, sombong, dan rasis. Justru karena keangkuhan dan arogansinya itulah, mereka (Bani Israel) dikenal sebagai umat ngeyel, pembangkang (QS Al Baqarah). Meski kepadanya Tuhan mengutus beberapa nabi berturutan (Ya'qub, Yusuf, Musa, Harun, Zulkifli, Daud, Sulaiman, Zakariya, Yahya, dll) alih-alih mereka mentaati nabinya, bahkan ada yang membunuhnya. Kebiadaban yang sulit diceritakan dengan kata-kata.

Sejak awal pengembaraan ini sampai abad ke-19 (kira-kira 25 abad), orang Yahudi tidak banyak diperbincangkan. Hanya tercatat bahwa mereka terbuang dari satu daerah ke daerah lain atau terusir dari satu negara ke negara lain, sebaliknya umat Islam mengulurkan tangan kepada mereka.

Pada akhir abad ke-19 dan seterusnya, keadaan berbalik. Perang Dunia I dan Perang Dunia II mengubah nasib bangsa ini. Cita-cita zionisme ditunjang dengan semangat yang tinggi oleh seluruh peserta perang, kecuali Nazi Jerman. Dengan cara khusus, berangsur-angsur umat Yahudi bergelombang memasuki daerah Palestina.

Komisi persetujuan Amerika-Inggris memberi rekomendasi terhadap satu rombongan besar kaum ini untuk memasuki Palestina. Sampai pertengahan abad ke-20, dalam tempo 30 tahun, mereka yang memasuki Palestina mencapai angka 1.400.000 jiwa, hampir sama dengan jumlah penduduk asli Palestina.

Pada 1947, pemenang Perang Dunia II menghadiahkan satu negara Israel untuk orang Yahudi di Palestina. Negara ini sampai sekarang merupakan duri dalam daging bagi dunia Arab. Akibatnya, negara-negara Arab di satu pihak dan Israel di pihak lain merupakan dua kubu yang saling berhadapan. Peperangan antara dua kubu itu tidak putus-putusnya hingga kini, terhangat, ditandai dengan serbuan ke jalur Gaza yang membunuh ratusan korban tak berdosa.




Berkedok Historical Right

Gelombang imigrasi besar-besaran kaum Yahudi ke Palestina itu didorong oleh semangat zionisme pimpinan Theodor Herzl (1860-1904), mereka adalah orang-orang yang memiliki keyakinan agama yang sangat lemah, jika tidak ada sama sekali. Mereka melihat "keyahudian" sebagai sebuah nama ras, bukan masyarakat beriman. Mereka mengusulkan agar orang-orang Yahudi menjadi ras terpisah dari bangsa Eropa, yang mustahil bagi mereka untuk hidup bersama dan penting artinya bagi mereka untuk membangun tanah air sendiri. Mereka tidak mengandalkan pemikiran keagamaan ketika memutuskan tanah air manakah seharusnya itu.

Herzl, sang pendiri zionisme, suatu kali memikirkan Uganda, lalu dikenal sebagai "Uganda Plan". Sang Zionis kemudian memutuskan Palestina karena mereka merasa mempunyai hak sejarah (historical right) atas bumi Palestina. Tegasnya, Palestina dianggap sebagai "tanah air bersejarah bagi orang-orang Yahudi".

Sang zionis melakukan upaya-upaya besar untuk mengajak orang-orang Yahudi lainnya menerima gagasan yang tak sesuai agama ini dan mulai berpendapat bahwa Yahudi tidak dapat hidup dengan damai dengan bangsa-bangsa lainnya, bahwa mereka adalah "ras" yang tinggi dan terpisah. Karena itu, mereka harus bergerak dan menduduki Palestina.

Logika zionisme yang nasionalis, rasis, dan kolonialis inilah yang menginspirasi semua penjajahan dan semua peperangan. Tidak ada masa depan atau keamanan bagi Israel dan Timur Tengah, kecuali jika Israel meninggalkan paham zionismenya dan kembali ke agama Ibrahim. Warisan bersama tiga agama wahyu yang pro kasih sayang dan persaudaraan: Yudaisme, Nasrani dan Islam.

Dipilihnya Palestina sebagai negara zionis karena "historical right" adalah alasan yang dicari-cari dan dipaksakan. Bukankah sejak abad ke-5 SM yahudi di Palestina tinggal sedikit yang tersisa, karena menyebar, berlarian mengembara ke seluruh penjuru dunia? Pantaskah bangsa yang sudah meninggalkan tanah kelahirannya 25 abad, lalu memaksakan diri kembali ke tanah asal dengan klaim mempunyai hak sejarah?

Lebih naif lagi jika semangat "mudik" itu harus diikuti dengan peperangan dan membunuh penduduk asli Palestina yang sudah menempatinya ribuan tahun dan puluhan generasi.

Melihat arogansi zionisme yang rasis, kolonialis, serta tidak bermotif iman dan damai, mestinya Israel bukanlah sekadar musuh Palestina, bukan pula musuh negara-negara Arab, atau bukan pula musuh Islam, tetapi musuh bersama dunia semua agama yang cinta damai. Sebab, jika zionisme sekuler yang menjadi mind-set nya, tidak akan pernah bisa hidup secara damai dengan siapa pun, di mana pun, dengan agama apa pun.

***

Ngapain sih mendukung Palestina?

Kalau ada ribut-ribut di negara- negara Arab, misalnya di Mesir, Palestina, atau Suriah, kita sering bertanya apa signifikansi dukungan terhadap Negara tersebut. Misalnya baru-baru ini ketika Palestina diserang. Ngapain sih mendukung Palestina?
Pertanyaan tersebut diatas sering kita dengar, terutama karena kita bukan orang Palestina, bukan bangsa Arab, rakyat sendiri sedang susah, dan juga karena entah mendukung atau enggak, sepertinya tidak berpengaruh pada kegiatan kita sehari-hari.
Padahal, untuk yang belum mengetahui.. kita sebagai orang Indonesia malah berhutang dukungan untuk Palestina.

Sukarno-Hatta boleh saja memproklamasikan kemerdekaan RI de facto pada 17 Agustus 1945, tetapi perlu diingat bahwa untuk berdiri (de jure) sebagai negara yang berdaulat, Indonesia membutuhkan pengakuan dari bangsa-bangsa lain. Pada poin ini kita tertolong dengan adanya pengakuan dari tokoh tokoh Timur Tengah, sehingga Negara Indonesia bisa berdaulat.
Gong dukungan untuk kemerdekaan Indonesia ini dimulai dari Palestina dan Mesir, seperti dikutip dari buku "Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri" yang ditulis oleh Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia , M. Zein Hassan Lc. Buku ini diberi kata sambutan oleh Moh. Hatta (Proklamator & Wakil Presiden pertama RI), M. Natsir (mantan Perdana Menteri RI), Adam Malik (Menteri Luar Negeri RI ketika buku ini diterbitkan) , dan Jenderal (Besar) A.H. Nasution.

M. Zein Hassan Lc. Lt. sebagai pelaku sejarah, menyatakan dalam bukunya pada hal. 40, menjelaskan tentang peran serta, opini dan dukungan nyata Palestina terhadap kemerdekaan Indonesia, di saat negara-negara lain belum berani untuk memutuskan sikap.
Dukungan Palestina ini diwakili oleh Syekh Muhammad Amin Al-Husaini -mufti besar Palestina- secara terbuka mengenai kemerdekaan Indonesia:
".., pada 6 September 1944, Radio Berlin berbahasa Arab menyiarkan 'ucapan selamat' mufti Besar Palestina Amin Al-Husaini (beliau melarikan diri ke Jerman pada permulaan perang dunia ke dua) kepada Alam Islami, bertepatan 'pengakuan Jepang' atas kemerdekaan Indonesia. Berita yang disiarkan radio tersebut dua hari berturut-turut, kami sebar-luaskan, bahkan harian "Al-Ahram" yang terkenal telitinya juga menyiarkan." Syekh Muhammad Amin Al-Husaini dalam kapasitasnya sebagai mufti Palestina juga berkenan menyambut kedatangan delegasi "Panitia Pusat Kemerdekaan Indonesia" dan memberi dukungan penuh. Peristiwa bersejarah tersebut tidak banyak diketahui generasi sekarang, mungkin juga para pejabat dinegeri ini.
Bahkan dukungan ini telah dimulai setahun sebelum Sukarno-Hatta benar-benar memproklamirkan kemerdekaan RI. Tersebutlah seorang Palestina yang sangat bersimpati terhadap perjuangan Indonesia , Muhammad Ali Taher. Beliau adalah seorang saudagar kaya Palestina yang spontan menyerahkan seluruh uangnya di Bank Arabia tanpa meminta tanda bukti dan berkata: "Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia .."
Setelah seruan itu, maka negara daulat yang berani mengakui kedaulatan RI pertama kali oleh Negara Mesir 1949. Pengakuan resmi Mesir itu (yang disusul oleh negara-negara Tim-Teng lainnya) menjadi modal besar bagi RI untuk secara sah diakui sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh. Pengakuan itu membuat RI berdiri sejajar dengan Belanda (juga dengan negara-negara merdeka lainnya) dalam segala macam perundingan & pembahasan tentang Indonesia di lembaga internasional.


Dukungan Mengalir Setelah Itu
Setelah itu, sokongan dunia Arab terhadap kemerdekaan Indonesia menjadi sangat kuat. Para pembesar Mesir, Arab dan Islam membentuk 'Panitia Pembela Indonesia '. Para pemimpin negara dan perwakilannya di lembaga internasional PBB dan Liga Arab sangat gigih mendorong diangkatnya isu Indonesia dalam pembahasan di dalam sidang lembaga tersebut.

Di jalan-jalan terjadi demonstrasi- demonstrasi dukungan kepada Indonesia oleh masyarakat Timur Tengah. Ketika terjadi serangan Inggris atas Surabaya 10 November 1945 yang menewaskan ribuan penduduk Surabaya , demonstrasi anti Belanda-Inggris merebak di Timur-Tengah khususnya Mesir. Sholat ghaib dilakukan oleh masyarakat di lapangan-lapangan dan masjid-masjid di Timur Tengah untuk para syuhada yang gugur dalam pertempuran yang sangat dahsyat itu.
Yang mencolok dari gerakan massa internasional adalah ketika momentum Pasca Agresi Militer Belanda ke-1, 21 juli 1947, pada 9 Agustus. Saat kapal "Volendam" milik Belanda pengangkut serdadu dan senjata telah sampai di Port Said.
Ribuan penduduk dan buruh pelabuhan Mesir berkumpul di pelabuhan itu. Mereka menggunakan puluhan motor-boat dengan bendera merah-putih –tanda solidaritas- berkeliaran di permukaan air guna mengejar dan menghalau blokade terhadap motor-motor- boat perusahaan asing yang ingin menyuplai air & makanan untuk kapal "Volendam" milik Belanda yang berupaya melewati Terusan Suez, hingga kembali ke pelabuhan. Kemudian motor boat besar pengangkut logistik untuk "Volendam" bergerak dengan dijaga oleh 20 orang polisi bersenjata beserta Mr. Blackfield, Konsul Honorer Belanda asal Inggris, dan Direktur perusahaan pengurus kapal Belanda di pelabuhan. Namun hal itu tidak menyurutkan perlawanan para buruh Mesir.

Wartawan 'Al-Balagh' pada 10/8/47 melaporkan:

"Motor-motor boat yang penuh buruh Mesir itu mengejar motor-boat besar itu dan sebagian mereka dapat naik ke atas deknya. mereka menyerang kamar stirman, menarik keluar petugas-petugasnya, dan membelokkan motor-boat besar itu kejurusan lain."
Melihat fenomena itu, majalah TIME (25/1/46(?) dengan nada ***** menakut-nakuti Barat dengan kebangkitan Nasionalisme- Islam di Asia dan Dunia Arab. "Kebangkitan Islam di negeri Muslim terbesar di dunia seperti di Indonesia akan menginspirasikan negeri-negeri Islam lainnya untuk membebaskan diri dari Eropa."


Melihat peliknya usaha kita untuk merdeka, semoga bangsa Indonesia yang saat ini merasakan nikmatnya hidup berdaulat tidak melupakan peran bangsa bangsa Arab, khususnya Palestina dalam membantu perdjoeangan kit..(Lihat foto bung Hatta, Hj Agus Salim, Mufti Palestina, dan pemimpin Mesir di attachement supaya kita kenal wajah wajah dari tokoh pembela Indonesia ini)

Statement Tokoh dalam buku ini:

Dr. Moh. Hatta
"Kemenangan diplomasi Indonesia yang dimulai dari Kairo. Karena dengan pengakuan Mesir dan negara-negara Arab lainnya terhadap Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh, segala jalan tertutup bagi Belanda untuk surut kembali atau memungkiri janji, sebagai selalu dilakukannya di masa-masa yang lampau."

A.H. Nasution
"Karena itu tertjatatlah, bahwa negara-2 Arab jang paling dahulu mengakui RI dan paling dahulu mengirim misi diplomatiknja ke Jogja dan jang paling dahulu memberi bantuan biaja bagi diplomat-2 Indonesia di luar negeri. Mesir, Siria, Irak, Saudi-Arabia, Jemen, memelopori pengakuan de jure RI bersama Afghanistan dan IranTurki mendukung RI. Fakta-2 ini merupakan hasil perdjuangan diplomat-2 revolusi kita. Dan simpati terhadap RI jang tetap luas di negara-2 Timur Tengah merupakan modal perdjuangan kita seterusnja, jang harus terus dibina untuk perdjuangan jang ditentukan oleh UUD '45 : "ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial".

"Perumpamaan kaum muslimin yang saling kasih mengasihi dan cinta mencintai antara satu sama lain ibarat satu tubuh. Jika salah satu anggota berasa sakit maka seluruh tubuh akan turut berasa sakit dan tidak dapat tidur." (HR Bukhari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar